
Usia lanjut adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode di mana seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat (Hurlock, 1980). Perkembangan masa dewasa akhir atau usia lanjut, membawa penurunan fisik yang lebih besar dibandingkan dengan periode usia sebelumnya.
Menurut
Calhoun dan Acocella (1990), penyesuaian dapat didefinisikan sebagai interaksi
individu yang kontinu dengan diri individu sendiri, dengan orang lain, dan
dengan dunia individu. Ketiga faktor tersebut secara konstan mempengaruhi
individu dan hubungan tersebut bersifat timbal balik mengingat individu secara
konstan juga mempengaruhi kedua faktor yang lain. Tiga faktor yang disebut di
atas adalah (Calhoun & Acocella, 1990) :
a. Diri individu sendiri, yaitu jumlah keseluruhan dari apa yang telah
ada pada individu, perilaku individu, dan pemikiran serta perasaan individu
yang individu hadapi setiap detik. b. Orang lain, yaitu orang lain berpengaruh
besar pada individu, sebagaimana individu juga berpengaruh besar terhadap orang
lain. c. Dunia individu, yaitu penglihatan dan penciuman serta suara yang mengelilingi
individu saat individu menyelesaikan urusan individu dapat mempengaruhi
individu dan mempengaruhi orang lain
Proses
penyesuaian diri akan terus dilakukan oleh manusia dari muda sampai beranjak
tua, dan masa tua akan terasa lebih sulit bagi lansia khususnya proses
penyesuaian diri sejalan dengan banyaknya perubahan yang mereka alami baik itu
fisik maupun psikisnya. Perhatian perlu diberikan kepada para lansia agar dapat
membantu mereka dalam menerima dirinya dan keterbatasan-keterbatasan baik secara
fisik, psikologi, maupun secara sosial. Penerimaan diri yang baik dari lansia
terhadap keadaan dirinya dapat membantu lansia dalam menyesuaikan diri dan
menjalani hidupnya. Dengan penyesuaian diri yang baik lansia akan merasa aman
dan nyaman dalam lingkungan sosialnya. Lansia yang penyesuaian dirinya baik
akan menikmati semacam keharmonisan didalamnya, dalam arti dengan dirinya
sendiri. Jadi dengan kata lain dapat dikatakan bahwa penyesuaian diri yang baik
akan menimbulkan dampak yang positif bagi lansia baik bagi dirinya sendiri
maupun lingkungan tempat lansia berada (Hurlock, 2004).
Dalam
penyesuaian diri dengan lingkungan sosialnya, lansia membutuhkan bekal dan
kemampuan agar mereka dapat diterima di dalam lingkungan sosialnya, dimana dia
berada. Seorang lansia yang dapat menyesuaikan diri terhadap tugas
perkembangannya, cenderung menjadi lansia yang mudah bergaul, lebih mudah
menerima kekurangan dan kelebihan dirinya serta orang lain, lebih terbuka
terhadap orang lain serta mempunyai hubungan yang harmonis dengan orang dan
lingkungan sekitarnya. Penyesuaian diri yang buruk merupakan ciri-ciri usia
lanjut. Hal ini terlebih dirasakan bagi lansia yang berada di panti jompo yang
mempunyai konsep diri yang kurang baik, mereka akan lebih mengalami kesulitan
karena menyesuaikan diri dengan berbagai macam suku, agama, dan ras di panti
jompo yang mereka tempati. Hal ini tidak akan dapat dilakukan oleh lansia jika
lansia mempunyai konsep diri yang kurang baik dalam dirinya (Hurlock, 2004).
Beberapa
penelitian menunjukkan adanya keragaman kehidupan para lansia. Ada yang hidup
bahagia di panti werdha, menurut penelitian Rianto Adi, orang lansia di
beberapa panti werdha cukup bahagia. Penelitian Siti Rahayu Haditono juga
melaporkan bahwa manusia lansia mempunyai preferensi tempat tinggal yang
berbeda, secara umum penelitian ini menunjukkan preferensi untuk hidup bersama
anak masih menonjol dan preferensi hidup mandiri di sebuah pemukiman khusus
seperti panti werdha untuk lansia mulai diminati (Prawitasari, 1993).
Panti
werdha yang berbentuk Unit Rehabilitasi Sosial Pucang Gading ini beralamat Jl.
Sarwo Edi Wibowo, Plamongan Sari, Pedurungan, Kota Semarang yang dihuni 134
lansia yang berasal dari berbagai berbagai daerah dan status sosial
ekonomi yang berbeda-beda. Tidak sedikit dari mereka yang berasal dari ekonomi
rendah dan biasanya atas permintaan sendiri. Namun ada juga yang dikirim oleh
anggota keluarga yang status sosial ekonominya cukup baik, alasannya karena
kesibukan mereka, sehingga tidak memiliki waktu untuk merawat para lansia
tersebut. Para lansia di panti juga memiliki aktivitas yang berbeda-beda dalam
keluarga sewaktu belum berada di panti. Di panti memberikan kegiatan-kegiatan
untuk mengisi waktu lansia selama tinggal di Panti seperti pada hari Senin ada
kegiatan siraman rohani bagi lansia yang beragama Kristen, pada hari Kamis ada
kegiatan siraman rohani pada lansia yang beragama Islam, pada hari Jumat ada kegiatan
senam para lansia yang dilanjutkan kerja bakti bersama. Ada beberapa lansia
yang pada saat muda memiliki peran dalam keluarga namun saat ini sudah jarang
dilibatkan dalam keluarga. Ada juga lansia yang kehidupannya susah pada saat
sebelum di panti. Semua hal tersebut menuntut penyesuaian dan dapat menimbulkan
stres bagi para lansia di panti memberikan kegiatan-kegiatan untuk mengisi
waktu lansia selama tinggal di Panti seperti pada hari Senin ada kegiatan
siraman rohani bagi lansia yang beragama Kristen, pada hari Kamis ada kegiatan
siraman rohani pada lansia yang beragama Islam, pada hari Jumat ada kegiatan
senam para lansia yang dilanjutkan kerja bakti bersama. Ada beberapa lansia
yang pada saat muda memiliki peran dalam keluarga namun saat ini sudah jarang
dilibatkan dalam keluarga. Ada juga lansia yang kehidupannya susah pada saat
sebelum di panti. Semua hal tersebut menuntut penyesuaian dan dapat menimbulkan
stres bagi para lansia di panti.
Ada
beberapa lansia juga yang mengidap penyakit tertentu, seperti “Diabetes Melitus”. Diabetes Mellitus
(DM) yang umum dikenal sebagai kencing manis adalah penyakit yang ditandai
dengan hiperglikemia (peningkatan kadar gula darah) yang terus-menerus dan
bervariasi, terutama setelah makan. Diabetes mellitus merupakan keadaan
hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan
hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, dan
pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan
mikroskop elektron (Bilous, 2002). Jumlah penduduk dunia yang sakit diabetes
mellitus cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini berkaitan dengan
jumlah populasi meningkat, pola hidup, prevalensi obesitas meningkat dan
kegiatan fisik kurang (Smeltzer & Bare, 2002). Laporan dari WHO mengenai
studi populasi DM di berbagai Negara, jumlah penderita diabetes mellitus pada
tahun 2000 di Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita
diabetes mellitus dengan prevalensi 8,4 juta jiwa. Urutan diatasnya adalah
India (31,7 juta jiwa), China (20,8 juta jiwa), dan Amerika Serikat (17,7 juta
jiwa) (Darmono, 2007). Pada tahun 2010 jumlah penderita DM di Indonesia minimal
menjadi 5 juta dan di dunia 239,9 juta penderita. Diperkirakan pada tahun 2030
prevalensi diabetes mellitus di Indonesia meningkat menjadi 21,3 juta. Angka
kesakitan dan kematian akibat DM di Indonesia cenderung berfluktuasi setiap
tahunnya sejalan dengan perubahan gaya hidup masyarakat yang mengarah pada
makanan siap saji dan sarat karbohidrat (Depkes RI, 2006).
SUMBER
Berk, Laura E. (2012). Development Through The Lifespan Dari
Dewasa Awal Sampai Menjelang Ajal Edisi Kelima. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan
(Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan). Jakarta : Erlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar